Monday, 23 June 2014

PENGERTIAN PAJAK



Pengertian Pajak
                        seperti apa yang telah dijelaskan diatas bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Ada beberapa pendapat yang disampaikan para sarjana mengenai defenisi pajak yaitu:
Þ    Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Þ    Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

            Jika kita melihat dari prefektif ekonomi dipahami bahwa pajak adalah beralihnya sumber daya dari sektor privat ke sektor publik, Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negarauntuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. 
     Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:
1)      Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
2)      Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraantor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
3)      Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
4)      Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundag-undangan.
5)      Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).


2.2. Fungsi Pajak
           Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
A.      Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.

B.      Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

C.      Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

D.    Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

2.3. Sengketa Pajak
Tatkala menelusuri UU KUP tidak ada ketentuan yang mengatur pengertian sengketa pajak.. sebaliknya, pasal 25 ayat (1) UU KUP mengatur hak wajib pakaj untuk mengajukan keberatan kepada pejabat pajak. Dalam arti ini, keberatan dapat diajukan bila ada sengketa pajak dan pasal 25 ayat (1) UU KUP hanya menentukan secara liminatif objek yang dapat diajukan sengketa pajak
Pengertian sengketa pajak hanya diatur dalam pasal 1 angka 5 UU DILJAK bukan dalam UU KUP. Adapun pengertian sengketa pajak dalam sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 5 UU DILJAK adalah sebagai berikut “sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak dan penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan prundang-undangan perpajankan , termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan pajak dengan surat paksa”
Berdasarkan pengertian sengketa pajak tersebut di atas, ternyata sengketa pajak hanya tertuju kepada banding dan gugatan sebagai kewenangan pengadilan pajak. Sengketa pajak dalam bentuk banding dan gugatan hanya merupakan sengketa pajak dalam arti sempit, dikarenakan masih ada sengekta pajak yang tidak termasuk didalamnya. Sedangkan sengketa pajak dalam arti luas adalah sengketa yang diajukan keberatan, banding dan gugatan pada peradilan pajak.

2.4. Timbulnya Sengketa Pajak
Timbulnya sengketa pajak ada pada dua hal yang sangat prinsipal yaitu pertama, tidak melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang diperintahkan oleh norma hukum pajak, kedua, melakukan perbatan hukum, tetapi tidak sesuai dengan norma hukum pajak. Selanjutnya disebutkan pihak-pihak yang menimbulkan sengketa pajak yaitu pihak wajib pajak, pemotong, penanggung pajak, pemungut pajak dan pejabat pajak.
Mengapa wajib pajak dikatakan sumber timbulnya sengketa pajak karena tidak melakukan perbuatann hukum sebagaimana yang diperintahkan oleh norma hukum pajak, misalnya tidak menyampaikan surat pemberitahuan dalam jangka waktu yang ditentukan. Sementara itu, dalam melakukan perbuatan hukum, perbuatan hukum tersebut bertentangan dengan norma hukum pajak, misalnya membayar pajak yang terutang tidak secara lunas dan jangka waktu pelunasan telah berakhir.
Pemotongan atau pemungut pajak dikatakan sumber timbulnya sengketa pajak karena tidak melakukan pebuatan hukum sebagaimana yang diperintahkan nirma hukum pajak, misalnya tidak menyetor jumlah pajak yang dipotong atau dipungut ke kas negara, sedangkan dalam melakukan perbuatan hukum, tetapi bertentangan dengan norma hukum, misalnya salah menerapkan tarif pajak dalam rangka melakukan pemotongan atau pemungutan pajak.
Penanggung pajak dikatakan sebagai sumber timbulnnya sengketa pajak karena tidak melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang diperintahkan oleh norma hukum pajak, misalnya tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang tercantum dalam surat paksa tersebut, sedangkan dalam melakukan perbuatan hukum, tetapi bertentangan dengan norma hukum pajak misalnya menghalang-halangi juru sita pajak dalm melakukan penyitaan atas barang-barang yang dikenakan penyitaan.
Pejabat pajak dikatakan sebagai sumber timbulnya sengketa pajak karena tidak melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang diperintahkan norma hukum pajak, misalnya tidak menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar untuk menagih jumlah pajak yang masih kurang dibayar, sedangkan dalam melakukan perbuatan hukum tetapi bertentangan dengan norma hukum pajak, misalnya menerbitkan keputusan penagihan pajak secara seketika dan sekaligus kepada wajib pajak yang tidak berhak menerimanya.

2.5. Berakhirnya Sengketa Pajak
Mengenai waktu berakhirnya sengketa pajak merupakan kajian hukum pajak sebagai hukum positif. Dalam arti, hukum lainnya (selain hukum pajak) tidak boleh melibatkan diri untuk mengkaji mengani kapan berkahirnya sengketa pajak, walaupun sebenarnya sengketa pajak ada diatur oleh instrument hukum lain yang terdapat dalam hukum pajak, tetapi berdasarkan hasil penelitian ternyata sengketa pajak berakhir karena penyelesaian di luar lingkungan peradilan maupun di dalam lembaga peradilan pajak.
Berakhirnya sengketa pajak selama dalamm pemeriksaan melalui peradilan pajak bukan merupakan pelanggaran hukum pajak bahkan menguntungkan dari aspek penegakan hukum pajak karena tujuan penegakan hukum adalah menyelesaikan sengketa pajak tanpa melakukan pelannggaran hukum pajak dan memberikan perlindungan hukum wajib pajak.

2.6. Pengadilan Pajak
            Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan Kekuasaan kehakiman di Indonesia bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Dimana dalam hal ini yang dimaksud sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dibidang perpajakan antara wajib pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan pajak. Itu termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan dengan surat paksa
Pengadilan pajak dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Kedudukan Pengadilan Pajak berada di ibu kota negara. Persidangan oleh Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya, dan dapat pula dilakukan di tempat lain berdasarkan ketetapan Ketua Pengadilan Pajak. Susunan Pengadilan Pajak terdiri atas: Pimpinan, Hakim Anggota, Sekretaris, dan Panitera. Pimpinan Pengadilan Pajak sendiri terdiri dari seorang Ketua dan sebanyak-banyaknya 5 orang Wakil Ketua.
Menurut UU Nomor 14 Tahun 2002 tetang Pengadilan pajak, pembinaan serta pengawasan umum terhadap hakkim Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung. Sedangkan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan ditanggulangi oleh Kementrian Keuangan. Selain itu, ada juga penjelasan dalam pasal 9A ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu, dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 , secara tegas dinyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara.
Adapun dasar untuk menegaskan kedudukan Pengadilan Pajak dalam lingkup peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, adalah berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara nomor 004/PUU-11/2004 dinyatakan, pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.
Dalam peradilan pajak diatur mengenai cara peneyelesaian sengketa pajak, adapun cara-cara nya adalah dengan cara banding, gugatan dan peninjauan kembali.
·         Banding adalah upayan hukum keberatan, dalam pengajuan u[aya hukum banding juga harus memenuhi syarat yaitu diajukan dalam waktu 3 bulan sejak tanggal diterimanya keputusan yang dibanding, menggunakan bahasa Indonesia, satu surat bandung untuk satu keputusan yang dibanding, mencantumkan alasan-alasan yang jelas, melampirkan salinan keputusan yang dibanding, melunasi 50% dari jumlah yang terutang atas keputusan banding. Adapun mereka yang dapat mengajukan banding adalah wajib pajak, ahli waris wajib pajak, seorang pengurus perusahaan dan kuasa hukum wajib pajak.
·         Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Sama halnya dengan banding, pengajuan gugatan juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut yaitu diajukan dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan, diajukan secara tertulis dengan menggunakan bahasa indonesia, ada satu surat gugatan dan satu pelaksanaan penagihan atau satu keputusan. Dalam hal siapa saja yang dapat mengajukan gugatan adalah sebagai berikut penggugat, ahli waris penggugat, seorang pengurus, atau kuasa hukum penggugat.
·         Peninjauan Kembali, merupakan upaya hukum yang dilakukan oleh wajib pajak ke mahkamah agung. Upaya hukum ini merupakan upaya hukum luar biasa setelah adanya putusann yang berkekuatan hukum tetap atau ada hal lain yang ditentukan oleh Unndang-undang. Pasal 77 Undang-undang No. 14 tahun 2002 mengatakan bahwa pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kemabli atas putusan pengadilan pajak kepada mahkamah agung.


2.7. Peradilan di Luar Peradilan Pajak
Saat ini dengan semakin sadarnya masyarakat akan hukum, ada kecenderungan untuk menggunakan pengadilan untuk menyelesaikan sengekta yang terjadi antara para pihak. Hal ini selain memiliki pengaruh positif juga menimbulkan dampak negatif, yakni perkara yang harus ditangani oleh pengadilan menumpuk sehingga penyelesaian atas suatu sengketa menjadi lama.
Selain jangka waktu yang lama dalam berproses di pengadilan, faktor biaya juga menjadi hambatan dalam penyelesaian suatu sengketa. Oleh karena itu, saat ini mulai diperkanalkan alternatif lainn untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan yakni secara negoisasi, arbitrase, mediasi, dan konsiliasi.
Sengketa-sengketa yang dapat diselesaikan diluar peradilan bersifat terbatas. Dalam arti, hanya dapat dipergunakan untuk bidang hukum tertentu, yakni di bidang keperdataan misalnya adalah sengketa pajak, hal ini disebabkan oleh sifar dari hukum perdata itu sendiri, yakni menyangkut hubungan hukum antara manusia yang satu dan manusia yang lainnya sehingga tidak terdapat unsur publik. Oleh karena itu, apanila terjadi suatu peristiwa hukum yang dapat menimbulkan kerugian yang hanya dialami oleh para pihak dan tidak memberikan dampak yang merugikan bagi masyarakat, tidak diperlukan campur tangan negara untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
Penyelesaian diluar peradilan dianggap sebagai alternatif penyelesaian sengketa, dan diatur dalam pasal 1 angka 10 UU No. 30 Tahun 1999 yang mendefenisikan bahwa alternatif penyelesaian sengketa adalah “lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi,negosisasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli”.